Avtur Berbahan Minyak Sawit Terbukti Terbangkan Boeing, Akselerasi Energi Ramah Lingkungan

Bioavtur J2.4 merupakan produk dari Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Disebut bioavtur karena avtur yang diproduksi berbahan baku nabati dari sawit.

featured-image

PESAWAT Boeing 737-800 NG dengan nomor registrasi PK-GFX milik maskapai Garuda Indonesia mengudara dari Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (4/10) tahun 2023 silam. Penerbangan selama satu jam lebih itu bukanlah sesuatu yang biasa, melainkan menjadi tonggak sejarah. Mengapa? Karena pesawat itu terbang dengan bahan bakar Sustainable Aviation Fuel (SAF), jenisnya J2.

4. Ternyata Bioavtur J2.4 telah mampu bahan bakar yang menerbangkan pesawat Boeing dengan baik.



Selama satu jam pesawat mulai dari take off, kemudian melintasi Pelabuhan Ratu dan mendarat kembali di Bandara Soekarno-Hatta. Tim ahli menyampaikan hasil yang positif bahwa SAF dengan jenis bioavtur J2.4 pada tipe pesawat Boeing 737-800 menunjukkan respons pesawat baik dan terkendali.

Sebelum Boeing, bioavtur tersebut juga telah dicoba dalam uji terbang pesawat CN235-220 FTB milik PT Dirgantara Indonesia dengan menggunakan yang dicampur dengan minyak inti sawit sebesar 2,4% pada 6 Oktober 2021. Bioavtur J2.4 merupakan produk dari Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit (RU) IV Cilacap.

Disebut bioavtur karena avtur yang diproduksi berbahan baku nabati dari sawit. Pertamina memproduksi SAF pada fasilitas Green Refinery PT Kilang Pertamina Internasional yaitu Kilang Cilacap dengan menggunakan metode dan (HEFA). SAF memiliki banyak keunggulan salah satunya emisi yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil.

Perjalanan memproduksi Bioavtur J2.4 melewati proses panjang. Proses produksi BioAvtur J2.

4 tidaklah seketika. Butuh proses panjang dengan melibatkan para ahli. Bioavtur adalah bagian dari di Kilang RU IV Cilacap.

Penelitian dimulai pada 2017 dan makin jelas arahnya pada Desember 2020. Pada Januari-Februari 2021 uji coba produksi J2.4.

Setelah uji terbang tahun 2021 sukses, dilaksanakan persiapan produksi energi hijau dari kilang Pertamina Cilacap. Pada Januari 2022, selain memproduksi juga . Untuk menggunakan material RBDPO ( yaitu minyak sawit yang sudah melalui proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan agar hilang warna dan baunya.

Perusahaan melengkapinya dengan sertifikat International Sustainability and Carbon Certification (ISCC). Karena sudah mendapatkan sertifikat ISCC, maka yang dihasilkan merupakan produk dan terjamin keberlanjutannya. Saat ini kapasitas produksi dengan bahan baku minyak sawit atau RBDPO mencapai 6.

000 barrel setiap harinya. Manager Engineering and Development KPI RU IV Cilacap Jefri A Simanjuntak mengungkapkan adalah campuran RBDPO dengan kerosin, campuran minyak sawit dengan sisanya kerosin. Campuran itu menghasilkan bahan bakar yang jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar konvensional.

Keunggulannya adalah kandungan sulfur yang rendah, sehingga signifikan emisi berbahaya seperti H2S bisa dikurangi. “KPI Cilacap mampu memproduksi bahan bakar ramah lingkungan ini dengan kapasitas sekitar 6.000 barel per hari, dengan target peningkatan kapasitas hingga 12.

000 barel di masa depan. Atau jika dihitung liter mencapai 950 ribu liter bahan bakar ramah lingkungan,”ujarnya pekan lalu. Jalan memproduksi avtur ramah lingkungan telah terbuka dan Pertamina meningkatkan kandungan minyak sawit dalam bioavtur hingga 30% dari total campuran.

Caranya dengan peningkatan teknologi kilang, serta pengembangan katalis lokal yang lebih efisien. “Kami berencana untuk melakukan peningkatan teknologi di awal tahun 2025, yang akan membuat produk ini lebih unggul dan mampu memenuhi permintaan pasar yang lebih besar,”katanya. Secara teknologi, Kilang Cilacap sudah siap untuk memproduksi.

Infrastruktur lain yang perlu disiapkan adalah yang kuat, mulai dari pengadaan minyak sawit melalui mekanisme tender, hingga distribusi produk ke pasar internasional. “Kami bekerja sama dengan produsen sawit dalam negeri untuk memastikan pasokan RBDPKO yang stabil dan berkelanjutan. Tujuannya agar produk green avtur ini bisa dipasarkan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga secara global,” katanya.

Jelantah Yang menarik lagi adalah potensi pemanfaatan jelantah. Sebab, kandungan jelantah juga sama dengan sawit. Sehingga ke depannya, jelantah akan menjadi bahan baku green avtur.

Dalam prosesnya, lanjut Jefri, membutuhkan pengaturan infrastruktur yang lebih baik. Terutama dalam hal pengumpulan minyak jelantah dari berbagai sumber seperti restoran atau rumah tangga. “Minyak jelantah memiliki potensi besar untuk diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan.

Namun, diperlukan sinergi antara berbagai pihak untuk memastikan pasokan bahan baku yang konsisten,” ujar Jefri. Dalam penelitian yang dilakukan TRACTion Energy Asia, secara nasional potensi produksi jelantah bisa mencapai 1,2 juta kiloliter per tahun yang dihasilkan dari rumah tangga di tanah air. Sehingga sebetulnya, potensi bahan baku ada.

Yang paling penting adalah konsistensi pasokan bahan bakunya. Area Manager Communication, Relations, and CSR PT KPI RU IV Cecep Supriyatna mengatakan pihaknya berkeliling untuk mencari bahan baku jelantah ke berbagai daerah, salah satunya adalah Surabaya. “Kami menjajaki ke sejumlah daerah yang menjadi tempat pengepul jelantah.

Sebagian besar, jelantah masih dikirim ke luar negeri. Ke depannya, kami harus memastikan jumlah jelantahnya secara konsisten dan berkelanjutan, supaya suplai untuk bahan baku green avtur terus tersedia,”jelasnya. Di lingkungan Pertamina RU IV, gerakan pengumpulan jelantah telah dilakukan.

Upaya ini sebagai kontribusi nyata penyelamatan lingkungan. Pengumpulan minyak jelantah merupakan agenda rutin tiga bulanan yang dilaksanakan bergilir di komplek perumahan Pertamina Donan, Gunung Simping dan Tegalkatilayu. Bekerjasama dengan komunitas Jejak Jelantah Cilacap, 3 liter minyak goreng jelantah ditukar dengan 1 liter minyak goreng baru.

Koordinator Pertiwi Kilang Cilacap Diana Suciati menyebutkan program setor jelantah merupakan upaya sederhana yang bisa dilakukan oleh siapapun. “Ini aksi yang sangat mudah. Siapapun bisa mengumpulkan di rumah setelah memasak, karena kita tahu penggunaan ulang minyak goreng tidak baik untuk kesehatan,”jelasnya.

Sementara salah satu pengepul jelantah di Banyumas Sidiq Fathoni menyambut baik jika nantinya Pertamina RU IV Cilacap akan memanfaatkan jelantah sebagai bahan baku bioavtur. “Potensi jelantah sangat besar, namun belum massif disosialisasikan kepada masyarakat. Kalau jelantah dimanfaatkan, tidak saja lingkungan semakin bersih, mereka juga akan mendapatkan keuntungan secara ekonomi,”katanya.

Tingga saat sekarang, bagaimana membangun ekosistem jelantah ini. Potensi besar dan yang akan memanfaatkan juga siap. “Selama ini saya bekerja sama dengan perusahaan di Klaten.

Kemudian dari sana akan dibawa ke Surabaya untuk diekspor ke Eropa. Nah, kalau memang di sekitar kita ada yang mau memanfaatkan, siap saja kita menyuplai,”ujar Fathoni. Saat sekarang, harga jelantah cukup fluktuatif.

Semakin banyak jelantah yang dijual malah kian mahal. Kalau hanya sedikit volumenya, paling per liter hanya dihargai Rp3 ribu, namun jika banyak saat ini normalnya di angka Rp6 ribu per liter. “Jika saja, setiap keluarga mau menyimpannya, ini merupakan bisnis yang menjanjikan.

Apalagi, kalau nanti dimanfaatkan untuk bioavtur,”tambahnya. Pertamina Kilang Cilacap telah membuktikan bahwa minyak sawit bisa menjadi campuran bahan dalam produksi bioavtur dan ke depannya jelantah. Keberhasilan ini juga diapresiasi oleh Kepala Pusat Riset Perilaku Ekonomi dan Sirkular BRIN Umi Karomah Yaumidin.

Saat melakukan kunjungan pada akhir September lalu, Umi mengatakan BRIN tengah meneliti produksi SAF dari hulu ke hilir. Keberadaan SAF cukup potensial mendukung penerbangan domestik dan internasional di Indonesia. “Jika hanya mengandalkan energi yang bersumber dari fosil tentu akan kekurangan, sehingga perlu alternatif bioenergi untuk menopang aktivitas itu,”katanya.

Selain itu terkait penerbangan internasional, Indonesia sampai saat ini menjadi penghasil kelapa sawit nomor satu di dunia namun minim dalam pembuatan produk nilai tambah di bidang energi. “Kita juga tahu, peraturan terkait pengenaan bioavtur untuk maskapai penerbangan sudah diberlakukan, maka Indonesia perlu meraih potensi pasar itu,” jelas Umi. Pihaknya akan memberikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintahan untuk menciptakan ekosistem investasi yang kondusif bagi penyelenggaraan ketersediaan pasokan SAF.

Pertamina khususnya Kilang Cilacap konsisten dalam menjaga komitmen untuk mendukung target Net Zero Emission (NZE) 2060. Karena itu sejatinya, produksi green avtur bukan hanya soal keuntungan finansial, tetapi komitmen nyata dalam pengurangan emisi karbon global..